Bandar Lampung, (Redaksiriau.com) - Menyikapi peristiwa yang terjadi di Polres Lampung Timur, yang berujung penangkapan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI), Wilson Lakengke, pada hari Jum'at (12/03/2022), di depan gerbang Mapolda Lampung, Itera, Bandar Lampung, membuat kalangan Jurnalis di seluruh Indonesia mengecam tindakan yang dialami oleh Wilson Lalengke.
Dalam release resminya, Sabtu (13/03/2022), Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Solidaritas Pers Indonesia (SPI) Provinsi Lampung, Edi Samsuri, S.FIL.I.,S.H, mengatakan, Kepolisian Resort Lampung Timur boleh saja beralasan menjalankan tugas sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Laporan masyarakat memang wajib dilayani dan diproses sesuai ketentuan yang diatur.
Namun, dalam kasus penangkapan Ketum DPN PPWI, Wilson Lalengke atas laporan Polisi terkait pengrusakan karangan bunga pemberian warga yang sudah menjadi milik Polres Lampung Timur langsung diproses secara ‘membabi-buta’.
Tak ada surat pemanggilan kepada pelaku dan surat penetapan sebagai tersangka tiba-tiba Wilson Lalengke langsung ditangkap bak teroris saat hendak memperjuangkan keadilan terhadap wartawan di Markas Polda Lampung.
Wilson Lalengke kemudian diborgol dan diseret ke Mapolres dan diperlakukan oleh oknum petugas polisi seperti penjahat kelas berat.
"Sebagai rekan seprofesi, kami sangat miris dan sedih melihat perlakuan aparat negara yang digaji dari keringat rakyat dan memperlakukan tokoh pers dan Alumni Lemhanas ini seperti penjahat dalam kasus sepele.
Lanjutnya, Kapolres Lampung Timur sesungguhnya bukan anggota polisi yang masih berpangkat rendahan. Seharusnya paham bahwa pemberi karangan bunga ucapan selamat dalam bentuk apapun secara hukum sudah melepas hak kepemilikan atas barang yang diberikan kepada penerima. Itu sudah menjadi hukum positif yang berlaku di seluruh dunia. Jadi, karangan bunga itu adalah milik Polres bukan lagi milik si pemberi.
Sementara itu, Ketua Bidang Kerjasama Kemitraan DPW SPI Lampung yang juga seorang Praktisi Hukum sekaligus Ketua LBH PAI ProvInsi Lampung, Muhammad Ilyas, S.H, mengatakan, ada 3 peristiwa penting terkait hal tersebut yang dalam hal ini penegak hukum Kepolisian Polres Lampung Timur harus fair, objektif serta mendudukan peristiwa hukum tersebut menjadi satu rangkaian.
Pertama, terkait dugaan penggerebekan/perselingkuhan yang dilakukan terhadap seseorang dalam hal ini Polres Lamtim tidak dapat menindaklanjuti proses privat seseorang bilamana tidak ada aduan dari korban.
Kedua, terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum wartawan, lalu ada penangkapan, dan teman-teman Polres Lampung Timur melakukan konferensi pers menegaskan bahwa telah terjadi OTT, itupun harus disampaikan dengan objektif kepada publik, biar jelas dan terbuka.
Ketiga, terhadap apa yang dilakukan oleh Saudara Wilson Lelengke, kami menduga merupakan reaksi atas ketidakadilan yang dialami oleh salah satu Oknum Wartawan yang bernaung dalam organisasinya.
Lalu melakukan upaya hukum yang patut terhadap pristiwa tersebut, tentu sangat kita apresiasi, akan tetapi jika kita melihat dalam video yang beredar ada pengerusakan karangan bunga di halaman Polres Lamtim tentu hal tersebut kami sayangkan juga, akan tetapi hal tersebut bukan substansi permasalahan awal sesungguhnya, bahwa ada ketersinggungan dari Tokoh-tokoh Adat tentu kita harus memakluminya juga, namun yang harus sama-sama kita kaji dan ungkap terkait penegakan hukum di Lampung, di Lamtim khususnya.
Apakah benar telah terjadi pemerasan lalu terjadi OTT dan dalam proses pengungkapan pemerasan tersebut apakah sudah sesuai prosedur sehingga pihak Polres Lamtim menggelar konferensi pers.
Kemudian, terhadap penanganan perkara pidana yang diduga dilakukan oleh saudara Wilson Lelengke pun harus diungkap apakah pihak kepolisian telah sesuai prosedur dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan terhadap proses penangkapan dan penahanannya pun apakah sudah sesuai prosedur.
"Jangan dikarenakan laporan tersebut merupakan model A lalu pihak kepolisian dapat memperlakukan seseorang terduga pelaku kejahatan dengan leluasa sehingga dapat merugikan/ menghilangkan hak-hak orang tersebut sehingga berpotensi terjadinya kriminalisasi," tutupnya.
Sumber : SPI DPW Lampung