-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

ARTIKEL : Desa Komodo "Permukiman Sarat Budaya"

Friday 15 January 2021 | Friday, January 15, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-01-15T08:30:12Z


 




PEKANBARU,(Redaksiriau.com) - Seluruh dunia tahu kemasyuran hewan Komodo yang dimiliki Indonesia. Terlebih setelah UNESCO Memberikan penghargaan terhadap Taman Nasional Komodo sebagai World Heritage Site (Situs warisan dunia)  dan Man and Biosphere Reserve (Cagar manusia dan alam) pada tahun 1986. Manusia yang dimaksud dalam penghargaan tersebut adalah penduduk lokal yang mendiami Taman Nasional Komodo. Satu diantaranya ialah masyarakat desa Komodo.

Siang itu, Senin (13/1/2020) terik matahari tidak membuat masyarakat desa Komodo berhenti melakukan aktivitas. Kapal-kapal nelayan hilir mudik di deket dermaga, anak-anak bergerombolan pulang dari sekolah dan yang menarik adalah tibanya satu kelompok turis luar negeri ditemani oleh pemandu wisata untuk melihat tiap jengkal killing modo (Kampung Komodo).

Tidak banyak yang tahu bahwa di “surga” dunia bernama Taman Nasional Komodo terdapat sebuah desa yang memiliki banyak budaya dan tradisi. Desa yang berdekatan dengan Loh Liang ini memiliki 1.870 jiwa penduduk, sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, ranger dan tour guide. Menurut kepala desa Komodo, H. Akhsan, Penduduk disana memiliki bahasa sendiri, bahasa asli suku Komodo. “Kami memiliki bahasa sendiri, turun temurun dari nenek moyang kami. Masyarakat Komodo paham bahasa flores, sedangkan masyarakat Flores tidak paham dengan bahasa Komodo. Ini sebuah kekayaan yang musti dijaga. “ Jelas pria paruh baya ini. 

Selain memiliki kekayaan budaya pada segi bahasa, permukiman yang telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka ini juga memiliki kekayaan budaya lainnya, yaitu tari aru gele. Tarian tersebut mengisahkan aktivitas mengolah makanan khas; Mbuta dengan cara menumbuk biji gebang di atas sampan yang dicampur dengan daging rusa, karena zaman dahulu berburu rusa merupakan bagian aktivitas masyarakat setempat. Tarian Aru Gele diiringi oleh lagu tradisional yang berjudul Ario. 


Masyarakat setempat juga memiliki sebuah legenda. 

Legenda sejarah Komodo ini menceritakan pada zaman dahulu kala, ada seorang putri yang bernama Putri Naga. Ia hidup dalam sebuah pulau dan kemudian menikah dengan Moja pemuda pulau sebrang. Singkat cerita sang putri hamil dan kemudian melahirkan putra kembar yang keduanya memiliki kelamin laki-laki. Hanya saja salah satunya memiliki bentuk berbeda yang mirip dengan kadal dan membuat pasangan ini malu. Keduanya memberi nama Orah untuk putra yang mirip dengan kadal dan memberi nama Gerong untuk bayi yang normal. Orah terasingkan ke dalam hutan sementara Gerong diasuh sendiri oleh Putri Naga dan Moja.

Seiring berjalan waktu yang berlalu, Gerong sudah tumbuh besar dengan tubuh gagah. Hingga saat Gerong berburu rusa ia bertemu dengan kadal raksasa yang kemudian Gerong kejar dan hendak menghunuskan tombak. Namun, tiba-tiba Putri Naga datang dan melarang untuk membunuh kadal raksasa yang saat ini dikenal komodo. Putri Naga menjelaskan kepada Gerong bahwa kadal itu adalah saudara kembarnya yang bernama Orah. 

Sejak saat itu masyarakat sekitar selalu memperlakukan komodo sebagai saudara. Itulah sedikit cerita legenda asal muasal Komodo bernama Orah dan menjadi hewan yang terjaga dengan baik hingga saat ini oleh masyarakat setempat.

Atas dasar pertalian darah, masyarakat desa dan hewan Komodo hidup berdampingan. Mereka tidak dapat dipisahkan. Akhsan mengungkapkan bahwa pada tahun 80an pernah ada wacana pengosongan pulau Komodo dari aktivitas manusia, ketika itu masyarakat tampak gelisah dan akibatnya banyak hewan Komodo yang berenang ke Sape (Bima, NTB). “ Jika masyarakat Komodo pindah, hewan Komodo juga pindah.” Ungkapnya.

Desa Komodo memang sarat budaya, harmonisasi antara manusia, hewan dan alam juga turut memperkaya desa yang berpenduduk mayoritas muslim ini. Terlebih kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) akan mengembangkan konsep pengembangan desa yang berbasis budaya dan kemaritiman. Desa Komodo nantinya tergabung dalam paket wisata yang dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun luar negeri.**


Editor : Redaksi

Penulis : Ariq Aflah Riadi (Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Riau)

×
Berita Terbaru Update