-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Riset Biohayati dan Rekayasa Genetika dalam Sistem Pertahanan dan Keamanan

Monday 13 January 2020 | Monday, January 13, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-01-13T14:22:26Z
Bandung, (Redaksiriau.com) - Pada dasarnya semua manusia tentu menghendaki kedamaian  dan kebahagiaan. Jargon ini pula yang sering digaungkan oleh setiap utusan negara untuk berbicara di forum PBB. Namun demikian, kadangkala ambisi, harga diri dan keserakahan membuat orang lupa akan makna pesan damai yang digaungkan dimana-mana. Terlebih saat laju teknologi berkembang dengan pesat, ternyata benteng moral belum mampu mengimbangi akselerasi ambisi yang kian brutal. Bumi dieksploitasi, bangsa yang lemah tetap dijajah, dan berbagai senjata pemusnah terus dikembangkan. Apa sebenarnya yang diinginkan syahwat kekuasaan tanpa kearifan ?

Pada suatu kesempatan diskusi ringan di kota Bandung, Minggu (12/1), Pengamat Teknologi Pertahanan Dede Farhan Aulawi mengatakan bahwa kejadian di Baghdad yang telah menewaskan sang jenderal kebanggaan Iran, mempertontonkan bagaimana teknologi sangat berperan dalam mengemban misi pembunuhan dan kehancuran. Apakah seperti itu tujuan dari hadirnya teknologi yang mendekatkan umat manusia pada kehancuran ? Sebab sejatinya teknologi bisa mewujudkan manusia yang penuh keadaban, saling menghormati dan membantu mewujudkan kebahagiaan. Ujar Dede.

Selanjutnya Dede juga menguraikan tentang berkembangnya konsep "smart defense", dimana medan pertahanan dibangun dengan mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) yang mereformulasi persenjataan dengan sistem otomasi.

Apalagi saat ini sedang dikaji perkembangan terkini dari biowarfare seiring dengan semakin majunya teknologi rekayasa genetik. Terutama setelah era molecular tools seperti CRISPR-CAS9 mulai banyak diulik di berbagai pusat riset biohayati. Konsep epigenetic juga membuka potensi untuk merubah "sifat" manusia melalui aspek lingkungan seperti antara lain pajanan EMF, modifikasi cuaca, sampai penggunaan aspek nutrigenomik dalam pajanan unsur tertentu melalui nutrisi. Coba lihat bagaimana keberadaan Prion yang sulit terdeteksi tetapi langsung dapat menginfiltrasi otak. Bagaimana jika Prion diprogram untuk merubah perilaku ? Perilaku pasif dimodifikasi menjadi aktif agresif, yang membuahkan militansi pembunuhan super mutakhir. Bagaimana jika rekayasa genetis agresif itu diberikan pada mereka yang tangan dan jarinya diberi kewenangan untuk menekan tombol-tombol rudal balistik hipersonik. Mungkin akan menjadi awal kehancuran yang akan merobek-robek puluhan perjanjian damai.
Dengan pengetahuan tentang CRISPR, efek metilasi dan lainnya, semua menjadi sangat mungkin. Kata Dede.

" Beberapa bulan yang lalu, Paris Zoological Park memamerkan Physarum Polychepalum yang merupakan entitas bersel tunggal yg "brainless", tapi dapat bertukar informasi,  memperbaiki dan  meregenerasi diri sendiri dalam hitungan menit. Tak hanya itu saja belum lama ini juga Worchester Polytechnic  bersama Raytheon berhasil mengembangkan spesies bacteri pengenal ranjau dan membuat suatu sistem operasi mikroba, dimana saat bakteri mengenali ranjau maka akan memberi sinyal pada bakteri berfluorescen atau berkromatofor agar "menyala" dan dapat diidentifikasi oleh Drone surveillance ", ungkap Dede.

Suatu saat diperkirakan rekayasa tekno hayati dapat mendesain lahirnya mikroba penghancur tanaman pangan yang bisa mengakibatkan krisis pangan di suatu kawasan. Beberapa riset neurofisiologi khususnya yang terkait dengan sandapan elektrofisiologi gelombang otak, selain mulai dapat memilah sumber gelombang, juga secara spektral mulai dapat menciptakan stimulus yang dapat merubah profil kinerja neurofisiologi seseorang, sehingga mampu merangsang perilaku agresif, sampai amuk massa.

Coba perhatikan riset Rita Singh dari Carnegie Melon University yang telah meriset banyak sampel suara untuk mendapatkan pola persuatif yang dapat "mensugesti dan menggerakkan" sekelompok orang untuk meyakini dan melakukan sesuatu dengan kesadaran penuh. Hal yang mungkin digunakan oleh orang Ruhr bernama Goebbels dan kanselirnya yang bernama Adolf Hitler dari NSDAP dalam menggerakkan semangat superioritas Aria bangsa Jerman.

Bisa dibayangkan jika pola yang antara lain dapat dicari dengan DL itu kemudian diintegrasikan dalam suatu metoda yang dapat dibroadcast melalui platform media sosial ataupun kanal-kanal  video dengan intensitas penontonnya terus meningkat.

Suatu bangsa dapat dibuat tidak berdaya secara tidak kelihatan dengan menyusupkan bakteri/mikroba pemicu terjadinya polimorfisme pada segmen gen tertentu yang berakibat pada meningkatnya insidensi LBW/low birth weight.

Coba juga perhatikan riset di fakultas kedokteran Unpad (Nutrition, Pediatric Department and Endocrinology Metabolic division) yang  menunjukkan adanya korelasi antara polimorfisme Gly972Arg Gen IRS-1 dan Cys981Tyr Gen PTPN1 dengan insidensi bayi lahir dengan berat badan rendah/BBLR. Padahal LBW/BBLR adalah 1 dari 3 resiko utama munculnya sindroma metabolik di usia dewasa/produktif, selain gaya hidup dan obesitas. Dimana kedua hal ini  dapat diinisiasi dan dimanipulasi melalui social engineering methods, khususnya via cyberwarfare di ranah komunikasi. Jika LBW tinggi dapat diprediksi terjadi peningkatan penyakit katastropik terkait dengan sindroma metabolik. Dampaknya tentu potensi SDM sebuah negara akan melemah, bukan saja tidak produktif, tetapi juga menjadi beban biaya negara, yang pada akhirnya alokasi anggaran yang terbatas akan tersedot ke sektor kesehatan. Lalu alokasi pertahanan dan keamanan akan teralokasi anggaran seadanya. Bisa dibayangkan hasilnya, sistem pertahanan yang rendah dengan kondusifitas keamanan yang rentan. Pungkas Dede mengakhiri perbincangan.







×
Berita Terbaru Update